SYARAT SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN.
1. Sikap Terhadap
Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir Sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa: “Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan” (PGRI,
1973). Kebijaksanaan pendidikan di Indonesia di pegang oleh pemerintah, dalam
hal ini oleh Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam rangka pembangunan di
bidang pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan
kebijaksanaanyang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain:
pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain
dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pemerataan
kesempatanbelajar antara laindengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu
pendidikan, pembinaan generasi muda dengan menggiatkan kegiatan karang taruna,
dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan ke
dalam bentuk ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan
pemerintah ini selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum pendidikan.
Guru merupakan unsure aparatur Negara dan abdi Negara. Karena itu, guru mutlak
perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah
segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain
dalam rangka pembinaan pendidikan di Negara kita. Sebagai contoh, peraturan
tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan
pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru, penyelenggaraan
evaluasi belajar tahap akhir (EBTA), dan lain sebagainya.
Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru
Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar kesembilan
dari kode etik guru. Dasar ini juga menunjukan bahwa guru Indonesia harus
tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas
pengabdiannya, sehingga guru Indonesia tidak mendapat pengaruh yang negative
dari pihak luar, yang ingin memaksakan idenya melalui dunia pendidikan. Dengan
demikian, setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala
ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada
kebijaksanaan dan peeraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di
pusat dan di daerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan
pendidikan di Indonesia.
2. Sikap Terhadap
Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa
pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI
sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdayaguna dan
berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi
guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para
anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI
merupakan suatu system, di mana unsure pembentuknya adalah guru-guru. Oleh
karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan system. Ada hubungan
timbale balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan
kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
Organisasi professional harus membina mengawasi para anggotanya. Siapakah yang
dimaksud dengan organisasi itu? Jelas yang dimaksud bukan hanya ketua, atau
sekretaris, atau beberapa orang pengurus tertentu saja, tetapi yang dimaksud
dengan organisasi di sini adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan
segala perangkat dan alat-alat perlengkapannya. Kewajiban membina organisasi
profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh sebab itu,
semua anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam
organisasi merupakan wakil-wakil formal dari keseluruhan anggota organisasi,
maka merekalah yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang
telah didelegasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam
kenyataannya, para pejabat itulah yang memegang peranan fungsional dalam
melakukantindakan pembinaansikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan
segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula
yang mengambil tindakan apabila diperlukan.
Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan
profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini
dikoordinnasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya
menjadi efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi,
apakah ia sebagai pengurus atau anggota biasa, wajib berpartisipasi guna
memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka
mewujudkan cita-cita organisasi.
Dalam dasar keenam dari Kode Etik ini dengan gambling juga di tuliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama,
mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan
kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu meninmgkatkan mutu dan
martabat profesi guru itu sendiri. Siapa lagi, kalau tidak anggota profesi itu
sendiri, yang akan mengangkat martabat suatu profesi serta meningkatkan
mutunya.
Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya,
pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai
kegiatan akademi lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas
pada pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja,
melainkan dapat juga dilakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan
prajabatan ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
Kalau sekarang kita lihat kebanyakan dari dari usaha peningkatan mutu profesi
diprakarsai dan dilakukan oleh pemerintah, maka di waktu mendatang diharapkan
organisasi profesilah yang seharusnya merencanakan dan melaksanakannya, sesuai
dengan fungsi dan peranan organisasi itu sendiri.
3. Sikap Terhadap
Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik guru disebutkan
bahwa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa:
(1). Guru hendaknya menciptakan dan
memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya,
(2). Guru hendaknya menciptakan dan
memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar
lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini kode etik guru menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan
yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang
mendalam antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat
dilihat dari dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan
tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan
yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun maupun dalam hubungan
keseluruhan dalam rangka menunjang tercapainya keberhasilan anggota profesi
dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
Berhasil
a. Hubungan Guru Berdasarkan
Lingkungan Kerja
Seperti diketahui, dalam lingkungan
sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa guru ditambah dengan
beberapa orang personel sekolah lainnya sesuai dengan kebutuhan sekolah
tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya akan banyak bergantung
kepada semua manusia yang terlibat didalamnya. Agar setiap personel sekolah
dapat pungsi sebagaimana mestinys, mutlak adanya hubungan yang baik dan
harmonis di antara sesame personel yaitu hubungan baik di antara kepala sekolah
dengan guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah dengan semua personal sekolah
lainnya. Semua personal ini harus dapat menciptakan hubungan baik dengan anak
didik di sekolah tersebut.
Sikap professional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin
bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung
jawab. Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasip sepenanggunganserta
menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri
dengan mengorbankan kepentingan orang lain (Hermawan, 1979). Dalam suatu
pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia, akan terdapat
perbedaan-perbedaanpikiran, perasaan, kemauan, sikap, watak, dan lain
sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dapat berjalan lancar,
tenteram, dan harmonis, jika di antara mereka tumbuh sikap saling pengertian
dan tenggang rasa antara satu dengan lainnya.
Adalah kebiasaan kita pada umumnya, untuk kadang-kadang bersikap kurang
sungguh-sungguh dan kurang bijaksana, sehingga hal ini menimbulkan keretakan di
antara kita. Hal ini tidak boleh terjadi karena kalau diketahui oleh murid
ataupun orang tua murid, apalagi masyarakat luas, mereka akan resah dan tidak
percaya kepada sekolah. Hal ini juga dapat mendantangkan pengaruh yang negative
kepada anak didik. Oleh sebab itu, agar jangan terjadi keadaan yang
berlarut-larut, kita perlu saling maaf-memaafkan dan memupuksuasana
kekeluargaan yang akrab antara sesama guru dan aparatur di sekolah.
b. Hubungan Guru Berdasarkan
Lingkungan Keseluruhan
Kalau kita ambil contoh profesi kedokteran, maka dalam sumpah dokter yang
diucapkan pada upacara pelantikan dokter baru, antara lain terdapat kalimat
yang menyatakan bahwa setiap dokter akan memperlakukan teman sejawatnya sebagai
saudara kandung. Dengan ucapan ini para dokter manganggap profesi mereka
sebagai suatu keluarga yang harus dijunjung tinggi dan dimuliakan.
Sekarang apa yang terjadi pada profesi kita, profesi keguruan? Dalam hal ini
kita harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih
memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut,
bagi kita masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa
hubungan guru dengan temansejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi
kedokteran.
Uraian ini dimaksudkan sebagai perbandingan untuk menjadikan bahan dalam
meningkatkan hubungan guru dengan guru sebagai anggota profesi keguruan dalam
hubungan keseluruhan.
4. Sikap Terhadap Anak
Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia
dengan jelas dituliskan bahwa: Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus
dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni:
tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan
mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan
oleh Ki Hajar Dewantara dalam system
amongnya. Tiga kalimat yang terkenal dari system itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun
karso, dan tut wuri handayani..
Tiga kalimat ini mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberi pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan
peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya.
Dalam handayani berarti guru
mempengaruhi peserta didik, dalam dalam arti membimbing atau mengajarnya.
Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menetukan ke arah
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah
mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik.
Motto tut wuri handayani
sekarang telah diambil menjadi motto dari Departeman Pendidikan dan Kebudayaan
RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai
kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupan rohani, tidak hanya berilmu
tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak
hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga
harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani,
rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini
dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang
mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insane dewasa.
Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh
kepada kehendak dan kemauan guru.
5. Sikap Terhadap
Tempat Kerja
Sudah menjadi pengtahuan umum bahwa
suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktifitas. Hal ini
disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan guru berkewajiban
menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk menciptakan
suasana kerjayang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
- Guru sendiri,
- Hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap
guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir
dari Kode Etik yang berbunyi: “Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.” Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana yang
baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang
sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan
organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.
Suasana yang harmonis disekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat
di dalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa, tidak
menjalin hubungan yang baik diantara sesamanya. Penciptaan suasana kerja
menantang harus dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yanmg baik dengan orang
tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa
tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu,
dimana peserta didik berada di sekolah dan di awasi oleh guru-guru. Sebagian
besar waktujustru digunakan peserta didik di luar sekolah, yakni di rumah dan
di masyarakat sekitar.
Dalam menjalin kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat
mengambil prakarsa, misalnya dengan caramengundang orang tua sewaktu mengambil
rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar,
mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau BP3 dalam membantu meringankan
permasalahan sekolah, terutama menanggulangikekurangan fasilitas ataupun dana
penunjangkegiatan sekolah.
Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini merupakan
isi dari butir ke lima Kode Etik Guru Indonesia.
6. Sikap Terhadap
Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun
organisasi yang lebih besar (Departeman Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan
selalu berada dalam bimbingan dan pengwasan pihak atasan. Dari organisasi guru,
ada strata kepemimpinan mulai dari pengurus cabang, daerah, sampai ke pusat.
Begitu juga sebagai anggota keluarga besar Depdikbud, ada pembagian pengawasan
mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai menteri pendidikan
dan kebudayaan.
Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai
kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin organisasinya, di mana tiap anggota
organisasi itu di tuntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan
organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut
diberikan berupa tuntutan akan kepatuhannya dalam melaksanakan arahan dan
petunjuk yang diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk
usulan dan malahan kritik yang membangun demi pencapaiantujuan yang telah di
gariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan
bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian
harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang telah disepakati, baik
disekolah maupan diluar sekolah.
7 .Sikap Terhadap
pekerjaan
Profesi guru berhubungan dengan anak
didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang
yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama
bila berhubungan dengan peserta didik yang masih kecil. Barangkali tidak semua
orang dikarunia sifat seperti itu, namun bila seseorang telah memilih untuk
memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.
Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik,
bila dia mencintai kariernya dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat
apapun agar kariernya berhasil baik, ia committed
dengan pekerjaannya. Ia harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta
mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang membutuhkannya.
Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu
dapat menysuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan
masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuanya. Keinginan dan
permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh kerenanya, guru
selalu dituntut untuk secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan
mengembangkan mutu ini merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru
Indonesia yang berbunyi: Guru secara
pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya.
Dalam butir keenam ini dituntut kepada guru, baik secara pribadi maupun secara
kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru
sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu
dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah
pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang
profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat melakukannya
secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai pendidikan
lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu, dan
kemampuannya. Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya melalui media masa seperti televisi, radio, majalah ilmiah,
Koran, dan sebagainya, ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya yang
cocok dengan bidangnya.
C. PENGEMBANGAN SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
Seperti telah diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan
mutu, baik mutu professional, maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan
sikap profesionalnya. Ini berarti bahwa ketujuh sasaran penyikap yang telah
dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap
professional ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajbatan maupun
setelah bertugas (dalam jabatan).
1. Pengembangan
Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena
tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan
bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaiman guru bersikap
terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan
masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus
dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru.
Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu,
keterampilan dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama
calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap
tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product)
dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya
dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang
benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan
penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan. Sementara itu tentu saja
pembentukan sikap dapat di berikan dengan membarikan pengetahuan, pemahaman,
dan penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang memberikan kepada
seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
2. Pengembangan
Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap professional tidak berhenti apabila calon guru selesai
mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam
rangka peningkatan sikap professional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai
guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal
melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainnya, ataupun secara informal melalui media masa televisi, radio, koran, dan
majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap
professional keguruan.
Daftar Pustaka
Soetjipto, dkk.2004.Profesi Keguruan.Jakarta:PT Asdi
Mahastya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar