Mengembangkan Pelatihan Berbasis Kompetensi Untuk Pegawai
Pelatihan berbasis kompetensi merupakan suatu pendekatan pelatihan yang lebih spesifik dan terukur. Sistem pelatihan ini mengajarkan tidak hanya tentang materi-materi pelatihan yang terkait dengan meningkatkan kinerja dalam suatu pekerjaan atau jabatan, akan tetapi juga bagaimana mengidentifikasi tingkat kompetensi yang dibutuhkan untuk mengisi level jabatan tesebut. Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan. Di sekolah guru merupakan unsur yang sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas lainnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya. Guru merupakan ujung tombak pendidikan sebab secara langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan peserta didik, sebagai ujung tombak, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik, pembimbing dan pengajar. Oleh karena itu perlu kiranya untuk mengetahui dan pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil melalui pendidikan dan pelatihan.
a. Menilai kompetensi pegawai
Sekali organisasi telah berhasil
mendifinisikan kompetensi yang diperlukan untuk suatu pekerjaan atau jabatan
tertentu, sangat mungkin bagi pegawai itu sendiri dan pihak lain yang terkait
untuk menilai apakah kompetensi pegawai telah sesuai dengan kebutuhan
organisasi, baik kebutuhan masa kini maupun masa yang akan datang. Penilaian
kompetensi pegawai ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
1). Penilaian sendiri
(Self-assessment)
Dengan metode penilaian sendiri,
dibutuhkan adanya indikator-indikator prilaku yang dapat digunakan sebagai
standar untuk menilai performance tingkat kompetensi atau penguasaan untuk
jabatan atau fungsi tertentu. Di sini penilaian performance menggunakan tingkat
sekala yang umum seperti skala lima level atau sekala mulai dari tidak pernah
hingga selalu. Hasil penilaian tersebut akan dikompilasi dan dibuatkan
laporannya, di mana laporan tersebut memuat hasil-hasil penilaian semua
kompetensi, menjelaskan kekuatan-kekuatan yang dimiliki pegawai dan juga
kompetensi-kompetensi pegawai yang kiranya memerlukan peningkatan. Informasi
yang ada dalam laporan ini selanjutnya akan digunakan untuk pertimbangan
pengembangan rencana pelatihan pegawai.
2). Penilaian berbagai sumber / 360
derajat
Cara multi-source atau umpan
balik 360 derajat hampir mirip dengan self-assessment process kecuali jumlah
penilai (evaluator), di mana metode ini memerlukan lebih dari satu penilai.
Cara ini paling tidak memasukkan unsur penilaian pegawai sejawat dan atasan
mereka, dan dapat juga dimasukkan penilaian dari pihak-pihak kepada siapa
pegawai berinteraksi (anggota tim, klien, dan sebagainya).
3). Penilaian melalui metode lainnya
Penilaian kompetensi dapat dilakukan
melalui berbagai metode, termasuk metode-metode yang biasanya digunakan pada
proses seleksi seperti: interviu prilaku berbasis kompetensi
(competency-based behavioural interviews), in-baskets, role-plays and
simulations, track record / portfolio reviews, dan sebagainya. Selain itu,
penilaian formal sering dimasukkan sebagai komponen program pengembangan
pegawai yang bertujuan menilai keahlian atau kompetensi dasar yang dimiliki
pegawai yang akan mengikuti program diklat, progres selama mengikuti
diklat atau tingkat kesuksesan mereka diakhir program diklat.
b. Perencanaan pelatihan untuk
individu pegawai
Organisasi perlu mendukung para
pegawainya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan cara
menyediakan sumber-sumber pembelajaran seperti: katalog-katalog untuk belajar
yang disusun berdasarkan kompetensi. Selain itu juga disediakan berbagai
pilihan jenis pembelajaran seperti: on-the-job assignments / activities,
books and written reference material, courses / workshops / conferences, videos
/ DVDs; e-learning; dan sebagainya. Manakala hal tersebut belum memadai,
maka dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan.
Dalam membuat perencanaan pelatihan,
pertama yang harus dilakukan organisasi adalah memahami terlebih dahulu
kekuatan-keuatan dan kelemahan pegawai serta area-area apa yang akan
dikembangkan organisasi. Dengan dipahaminya kondisi pegawai dan kebutuhan akan
kompetensi yang dibutuhkan sebagai konsekuensi pengembangan area-area di dalam
organisasi, maka akan memudahkan organisasi untuk membuat perencanaan pelatihan
pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi. Oleh karena itu organisasi perlu
membuat laporan keseluruhan tentang gap kompetensi.
Dalam laporan tersebut, gap
kompetensi yang disyaratkan bagi individu-individu akan digabungkan, sehingga
akan diketahui gap secara keseluruhan (gap organisasi).
Selanjutnya, atas dasar laporan tersebut diambil suatu keputusan untuk menutup
gap organisasi, tentunya dengan memperhatikan juga efisiensi dan efektifitas
biaya yang dikeluarkan, misalnya mungkin lebih baik mengadakan in-house
training dari pada training atau konferensi yang diselenggarakan pihak ke tiga,
bila pegawai yang dikirim cukup banyak. Dengan demikian biaya yang akan
dikeluarkan dapat lebih sedikit, akan tetapi hasilnya bisa maksimal.
Langkah selanjutnya adalah merancang
kurikulum dan program-program pengembangan untuk memenuhi persyaratan
kompetensi tersebut. Sebagai tambahan, kurikulum dapat dikembangkan dalam
bentuk modul-modul berdasarkan kompetensi, sehingga membuat organisasi dengan
cepat mengatur program belajar yang akan dirancang secara khusus untuk menutup gap-gap
organisasi.
c. Melaksanakan pengembangan
berbasis kompetensi
Organisasi umumnya melaksanakan
program-program pengembangan pegawai berbasis kompetensi secara komprehensif
pada area-area yang sangat yang memerlukan perbaikan. Namun demikian cara
pelaksanaan program pengembangan bisa berbeda-beda melalui kegiatan atau
aktivitas yang dapat pengembangan keahlian dan kompetensi pegawai. Kegiatan
atau aktivitas tersebut antara lain adalah:
- membuat kegiatan-kegiatan belajar di dalam kelas secara formal (off the job training);
Pendekatan offthe jobtraining
Pada umumnya pendekatanpelatihan di
luar tempat kerja dilakukan di tempat-tempat pemusatan pelatihan pegawai
seperti Badan Diklat atau pusat pengembangan pegawai. Sule dan Saefullah
(2009:205) secara garis besar mengemukakan program pengembangan pegawai dalam
organisasi yaitu off the jobtraining antaranya yaitu,
Executive development programme, yaitu program pengiriman pegawai untuk berpartisipasi
dalam berbagai program khusus di luar organisasi yang terkait dengan analisis
kasus, simulasi, maupun metode pembelajaran lainnya.
Laboratoty training, yaitu berupa program yan ditujukan kepada pegawai untk
mengikuti program – program simulasi atas dunia nyata yang terkait dengan
kegiatan organisasi dimana metode yang biasa digunakan adalah metode role
playing, simulasi dan lain-lain.
Organisational development, yaitu program yang ditujukan kepada pegawai dengan
mengajak mereka untuk berfikir mengenai bagaimana cara memajukan organisasi
Pengembangan pegawai diluar tempat
kerja pada umumnya dilakukan dalam bentuk pelatihan. Pelatihan (training)
adalah proses sistematik pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna
meningkatkan tujuan–tujuan organisasi atau mempelajari sikap, kemampuan,
keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan
pekerjaan (Simamora, 1997:342).
- memberi tugas-tugas pekerjaan yang di-coaching oleh atasannya atau seniornya (on the job training);
Pendekatan
on the job training adalah bentuk pelatihan ditempat kerja. Pada
pendekatan ini pegawai belajar langsung di tempat kerjanya, menyesuikan
metode kerja, melakukan adaptasi dengan pekerjaan, menggunakan media
kerja atau alat kerja secara langsung dan belajar dari yang lain (Smith, 2000).
- belajar sendiri dari sumber-sumber pembelajaran yang tersedia di organisasi.
Agar program tersebut sukses, maka
perlu adanya mekanisme penilaian secara formal untuk mengevaluasi progres pengembangan
pegawai. Selain itu perlu juga dilakukan kegiatan akreditasi atau sertifikasi
pegawai yang menyatakan sejauh mana mereka telah memiliki kompetensi dan
pengetahuan yang diperlukan organisasi. Selanjutnya, bila standar-standar
kinerja tertentu telah dicapai oleh pegawai yang bersangkutan untuk menduduki
jabatan yang lebih tinggi, maka pegawai tersebut akan dipromosikan ke jabatan
tersebut.
Saat ini, banyak organisasi mulai
beralih menggunakan model pengembangan pegawai seperti ini guna untuk memperbaiki
kekurangan staf dan untuk memastikan bahwa staf yang berkualitas selalu
tersedia setiap saat dibutuhkan.
Sistem
Pelatihan Berbasis Kompetensi sangat bermanfaat tidak hanya bagi organisasi,
tetapi juga bagi pegawai itu sendiri. Bagi organisasi sistem pelatihan ini
dapat meningkatkan kinerja organisasi, sedangkan bagi pegawai
dapat meningkatkan produktivitas dan motivasi untuk berkarir lebih tinggi.
Untuk mengembangkan pelatihan berbasis kompetensi kita perlu melakukan analisis
keahlian-keahlian (skills) yang dibutuhkan dalam suatu jabatan. Dengan
demikian kita dapat menentukan pengetahuan dan keahlian serta level kompetensi
yang harus diberikan kepada para peserta agar mereka dapat melaksanakan
tugas-tugas sesuai jabatan yang mereka duduki. Selain itu agar hasilnya efektif
jenis pelatihan ini harus kembangkan secara baik mulai dari perencanaan
pelatihan, penilaian kompetensi pegawai, pelaksanaan pelatihan berbasis kinerja
itu sendiri, serta evaluasi dan validasinya. Implementasi pelatihan berbasis
kompetensi dapat dilakukan baik dengan pendekatan off the job
maupun on the job.
Sumber
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/148-artikel-bea-dan-cukai/20254-mengembangkan-pelatihan-berbasis-kompetensi-untuk-pegawai
diakses pada tanggal 22 Oktober 2015 pukul 21:06
http://makassar.lan.go.id/index.php/survei/publikasi/artikel/269-pengembangan-kompetensi-pegawai-negeri-sipil-melalui-pendidikan-dan-pelatihan
diakses pada tanggal 22 Oktober 2015 pukul 21:48