INTERMEDIA
Oleh:
HERMAN SUSANTO
Intermedia
adalah suatu cabang seni rupa yang lebih dikenal sebagai media baru di
Isndonesia. Media baru, secara arti kata media berarti bahan atau alat yang
digunakan dalam berkarya. Baru berarti sesuatu hal yang tak biasa dan beda.
Artinya, media baru merupakan suatu cabang seni rupa yang menggunakan alat dan
bahan yang tak biasa dan beda(baru). Secara umum media baru dipahami sebagai media online,
internet, atau perangkat terkini untuk sarana komunikasi dan penyebarluasan
informasi. Namun pengertian media baru yang sebenarnya masih
menjadi perbincangan dan bisa berubah setiap saat. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa
perkembangan seni media baru adalah perkembangan seni rupa, namun ini bisa saja
menjadi salah karena faktanya media baru bukanlah seni rupa meskipun ia adalah
seni yang lahir dari perkembangan budaya ‘visual’ dari teknologi informasi (TI)
dan media (TM) dimana elemen interaktifitas, virtualitas dan imaterialitas juga
penting. Seni media baru terbentuk dari persilangan (hibrida) pelbagai galur.
Tidak bisa dimungkiri wacana seni rupa seperti seni konseptual dan gerakan
interdisipliner Fluxus di tahun 1960-an sempat mewarnai perjalanan seni media
baru – khususnya video generasi pertama. Tetapi kemudian ia meniti jalannya
sendiri sejak galur teknologi digital memasuki sejarah perkembangannya. “Apanya
yang baru?”, “Hanya berbeda media saja” adalah dua contoh kesangsian yang
sering muncul dalam perbincangan media baru. Ini wajar dalam sebuah pergulatan perkembangan
yang dinamis, keabsahannya selalu diuji. Namun perlu juga diingat bahwa teknologi
media baru merupakan perkembangan dari teknologi medium yang sebelumnya.
Semisal teknologi film merupakan perkembangan dari teknologi fotografi, atau
perkembangan komputer dan lain sebagainya. Pada tataran konseptual dan
filosofis tentu saja kita masih bisa menarik garis lurus kesamaan antara sebuah
bidang lukisan dengan layar komputer, dalam pengertian bahwa keduanya bisa
menghasilkan ‘ruang maya yang lain’: Sebuah ‘dunia’ tiga dimensional lain yang
dibatasai oleh suatu bidang dan hadir dalam situasi ruang sehari-hari. Dalam
tataran itu, perbedaan antara seni media dan seni media baru memang menjadi
tidak terlalu penting untuk dipersoalkan.
Dalam
karya tulis ini saya ingin berbicara tentang media baru dalam khidupan senirupa.
Media baru yang secara umum identic dengan teknologi seperti internet. Dalam
seni rupa hal itu juga berlaku misalnya dalam salah satu cabang seni rupa DKV.
Pemanfaatan teknologi dalam menghasilkan seni rupa turut mewarnai defininisi
media baru yang sedang berkembang. DKV (desain komunikasi visual) menempatkan
seni sebagai keunikan sekaligus kekuatan khas yang dapat mendatangkan
nilai-nilai pengalaman tersendiri (misalnya: unik, nyaman, mengejutkan dan
sebagainya) bagi khalayak dan penikmatnya. Ia hadir dalam satu paket layanan
fungsional komunikasi, untuk produk maupun jasa. Melukis pada umumnya dilakukan
di kanvas menggunakan cat dan kuas. Namun dengan DKV, melukis sudah bisa
dilakukan tanpa alat dan bahan yang dikatakan tadi. Hal ini yang disebut media
baru dalam senirupa. Menghadirkan suatu jalan lain atau media lain untuk
menghasilkan karya seni rupa.
Melukis cahaya menggunakan kamera
canon 600D
Melukis binatang sederhana menggunakan
aplikasi 3Dmax
Media baru dalam seni rupa tidak hanya sebatas
bermain-main dengan tenologi karya-karya tiga dimensi juga kerap mewarnai
perkembangan media baru seni rupa. Penggunaan media yang tak biasa dalam suatu
karya juga bisa dikatakan sebagai media baru, karena sejatinya media baru
berdefinisikan sebagai pembaharuan atau penggunaan bahan
dan alat yang tak biasa gunakan dalam berkarya.
foto
kamera canon 600D di pameran personalitas
dalam komunitas (seni rupa perupa asal tabanan)
foto diatas terlihat sebuah karya patung yang dibuat
dari behas-bekas gelas minuman teh kemasan.
Saat ini media baru sangat diminati oleh seniman dan para penikmat seni. Hal ini
juga akan menimbulkan kritikan dari berbagai kalangan (kritik seni).Walaupun
dalam hal-hal tertentu terdapat perbedaan pendapat di kalangan para pakar,
namun pada dasarnya ada kesatuan pandanagan bahwa dengan kritik seni bertujuan
untuk mengevaluasi seni, apresiasi seni dan pengembangan seni ketahap lebih
kreatif dan inovatif. Perannya memperkenalkan tokoh baru, saat lain
memperkenalkan karakteristik seni baru. Kebangkitan seni rupa modern, misalnya
suka dipisahkan dari aktivitas kritik seperti halnya media baru. Hal ini sama
halnya dengan konsepsi pluralisme
interpretasi seni yang menjadi basis gerakan seni kontemporer.
Daftar pustaka
Tim Penulis Program Studi Desain Komunikasi
Visual FSR ISI Yogyakarta dan Studio
Diskom. 2009. Irama Visual: Dari Toekang
Reklame Sampai Komunikator Visual. Jalasutra, Yogyakarta.
Sem
C. Bangun. 2000. Kritik Seni Rupa.
ITB: Bandung
http://www.intermediamfa.org/wp/about-us/introduction-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar